top of page

Mengenal Lebih Dekat Sastrawan Terbaik Di Indonesia

Hai  kaum milenial! Fabing  kali ini bakal ngebahas salah satu tokoh yang tidak asing lagi dikalangan penikmat satra loh! Karya-karya beliau super duper terkenal hingga saat ini. Penasaran nggak kalian? Dibaca dengan seksama yah, karena bakal banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari kisah beliau. Khususnya kalian si penulis cilik.         

Pramoedya Ananta Toer lahir pada 6 Februari 1925 di Kampung Jetis, Blora Jawa Tengah sebagai anak sulung dari sembilan bersaudara.  Ayahnya bernama Mastoer, seorang guru dan Ibunya bernama Oemi Saidah, seorang ibu rumah tangga.  Sewaktu kecil, Pram sudah terlihat sebagai anak yang pintar mengumpulkan teman-temannya, banyak akal dan berani mencoba apapun dalam segala hal.  Namun, masa kecilnya juga tertindas oleh perlakuan ayahnya yang terlalu keras dan berdisiplin tinggi.  Rasa tertekan, terkucilkan, tertindas, dan minder yang akut akhirnya mendorong Pram untuk menulis. Pram memulai pendidikannya di SD Blora.  Namun, ia pernah tiga kali tidak naik kelas sehingga membuat ayahnya malu dan mengatakannya sebagai anak yang bodoh.  Ayahnya tidak mau menyekolahkannya lebih lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.  Akhirnya, ibunya lah yang menyekolahkan dan membiayai Pram untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah telegraf (Radio Vackschool) Surabaya tanpa sertifikat karena kedatangan Jepang.   

Pramoedya Ananta Toer

Di masa ia muda ketika kondisi negara sedang dijajah baik oleh Belanda maupun Jepang, Pram melakukan perjuangan melawan penjajah.  Tidak hanya berjuang untuk negara, Pram juga berjuang untuk keluarga. Pram harus menafkahi keluarganya.  Ia bekerja sebagai wartawan di kantor Jepang, kemudian menjadi stenograf, lantas menjadi jurnalis yang handal.  Ia juga pernah bergabung dalam BKR. Ketika bangsa Indonesia yang telah merdeka akan kembali dijajah oleh Belanda (Agresi militer: 21 Juli 1947), Pram bergabung dengan kalangan nasionalis.  Ia mencetak serta menyebarkan pamflet dan majalah perlawanan.  Tindakan ini membawanya ke dalam penjara tahanan Belanda di Bukit Duri tanpa proses yang wajar dan selanjutnya di Pulau Damar (Edam).  Ia disiksa oleh satu peleton dan barang-barang di rumahnya disita.  Di dalam penjara, Pram mendapatkan banyak pengalaman hidup seperti belajar pasrah kepada tuhan, perjuangan, hingga belajar bahasa asing seperti Inggris dan lain lain. Ia juga banyak menelurkan sejumlah karya seperti Perburuan dan Dia yang Menyerah. Akhir Desember 1949, Pram dibebaskan bersama kelompok tahanan terakhir.

Kehidupan Pram pada masa peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru menjadi titik balik kehidupannya. Zaman Orde Baru ia dijebloskan ke dalam penjara Salemba lalu ke penjara Tangerang.  Pram dianggap sebagai simbol perlawanan dan korban kekerasan rezim Soeharto.  Di sini lah karya-karya Pram mulai banyak bermunculan.  Hal ini berlajut hingga masa Reformasi.  Pram sering sekali menjadi pembicara dalam seminar-seminar berbau kenegaraan. Satu hal yang membuat nama Pramoedya Ananta Toer menjadi besar adalah pemikiran-pemikirannya tentang nasionalisme, demokrasi, pluralisme, pendidikan, perempuan dan agama. Secara garis besar, pemikiran banyaknya karya tulis yang lahir dari sosok Pramoedya Ananta Toer menjadikannya sebagai salah satu sosok sastrawan terkemuka baik di Indonesia maupun dunia.  Ia berkali-kali dan masuk sebagai nominasi penerima pengahargaan Nobel maupun penghargaan-penghargaan lain dalam bisang sastra baik nasional maupun internasional. Sejumlah karya fiksinya yang terkenal antara lain: Sepuluh Kepala Nica (1946). Selayaknya kebanyakan sastrawan di Indonesia yang merupakan perokok berat, Pram juga termasuk di dalamnya. Pram juga merupakan sosok yang humoris dengan berbagai celetukan kata-katanya yang mengundang tawa atau setidaknya segaris senyum.

Pramoedya tidak pernah puas menulis. Ia menulis hingga di usia senjanya.  Namun mulai Januari 2006 kondisi kesehatannya menurun akibat penyakit diabetes, sesak napas dan jantung. Pada 6 Februari 2006 digelar acara pameran buku mengenai Pram sebagai bentuk penyemangat hidup sekaligus sebagai hadiah ulang tahun Pram ke-81. Setelah lama mengidap berbagai penyakit, penyakit tua dan beberapa kali keluar-masuk rumah sakit, pada 30 April 2006 pukul 08.55 WIB Pramoedya Ananta Toer wafat.  Ia meninggalkan seorang istri, delapan anak dan lima belas cucu.  Banyak hal yang dapat kita pelajari dari sosok Pramoedya Ananta Toer, diantaranya belajar berbangsa dan ke-indonesiaan, belajar mengarang dan belajar mengenai arti kehidupan.

BUMI MANUSIA

Salah satu karyanya yang terkenal

Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.

PUNYA KARYA?

ATAU INGIN MEMBERIKAN SARAN MENGENAI WEB BULETIN INI?

YUK, HUBUNGI KAMI :

bottom of page