Buletin As-Salam

Ayra mengajak Hani makan bersama di pinggir lapangan. Ayra dengan sekotak susu dan Hani dengan sepotong roti itu kini tengah asik menonton pertandingan sepak bola dari pinggir lapangan. Melihat betapa seru permainan mereka, hingga terdengar suara-suara sorakan dari sekelompok perempuan dengan wajah cantiknya.
​
Hani menunduk, memakan rotinya dalam diam dan sesekali melihat Ayra yang tampak senang menonton. Ya, ia seharusnya tak ada disini. Ia seharusnya berada di kelas saja, karena ini bukan tempatnya. Keramaian bukan suasananya.
​
“Kamu kenapa?” tanya Ayra tampak bingung dengan Hani yang menundukkan kepalanya dengan sangat.
Hani menggeleng “nggak kenapa-napa”
“Sakit?”
​
Lagi-lagi Hani menjawabnya dengan gelengan. Hani ingin bertanya pada Ayra, tapi ia sendiri takut Ayra tersinggung dengan pertanyaannya. Tapi dilain sisi ia merasa gelisah. Hani menarik napas, lalu memberanikan diri bertanya “Ra, kamu kenapa tidak gabung sama mereka? Mereka pernah mengajakmu bergabung dengannya, kenapa malah memilihku untuk menjadi temanmu? Aku tidak sesempurna dia, Ra. Aku hanya membuatmu merasa asing dengan orang-orang yang mengasingkanku. Kamu bisa menjadi lebih baik dengan mereka. Jika denganku, kamu hanya mendapat pandangan rendah dari orang lain.”
​
Ayra menahan tawa “Maksud kamu Diana?” Hani mengangguk seadanya.
​
“Buat apa? Mereka melihat seseorang dengan fisik tidak dengan hati. Aku akui Diana cantik, mendekati sempurna tampaknya. Tapi tak ada manusia yang sempurna, ditengah kelebihan yang ia tampakkan pasti memiliki kekurangan yang ia sembunyikan. Aku mencari circle pertemanan yang bisa menjadikanku lebih baik, bukan circle pertemanan yang toxic.”
​
“Tapi setidaknya kamu tidak malu jika jalan bersama mereka. Kamu cantik, dia cantik. Kalian sama. Tidak sepertiku yang hanya mengurung diri di kamar sepulang sekolah, membuat orang-orang malu jalan denganku. Aku gendut, dekil, hitam, anti sosial dan bodoh.”
​
Ayra merangkul pundak Hani “Mungkin dari sekian kelebihan yang kamu lihat itu hanya dari fisik. Yang tampak di mata tapi tidak dengan hati. Insecure boleh, tapi jangan sampai membuatmu kurang bersyukur. Dari apa yang Tuhan berikan ke kamu itu bukan hanya kekurangan. Fisik boleh kurang, tapi tidak dengan sifat dan perilakumu memperlakukan orang-orang. Mereka boleh menjatuhkanmu, tapi buatlah mereka bangkit dengan semangatmu.”
​
“Nilai plus dari manusia itu bukan seberapa cantik wajahmu atau seberapa cerdas otakmu. Tapi, nilai plus dari manusia itu bagaimana kamu memperlakukan manusia lain benar-benar seperti manusia. Menganggap kekurangan mereka sebagai kelebihan.” Lanjut Ayra sambil sesekali menyesap susu kotaknya.
​
Hani mengangkat wajahnya dengan sedikit senyuman yang perlahan kembali pudar. “Tapi bagaimana dengan pendapat orang lain tentangku? Aku bukan kamu yang bisa dengan gampangnya tak memasukkan perkataan orang lain ke hati. Tapi aku tidak, setiap yang orang katakan itu membuatku kembali bercermin.”
​
​
CERPEN
Insecure
By : Andi Fakhirah
Hari itu tak secerah hari biasanya. Awan berwarna kelabu menggantikan peran matahari saat ini. Beberapa murid tampak asik dengan permainannya di tengah lapangan, ada juga yang asik dengan makanannya di kantin, dan juga beberapa asik bercerita ria di pinggir lapangan. Sekilas tak tampak kekurangan dalam pemandangannya, tetapi jika di telisik lebih dalam, beberapa dari mereka memiliki mulut dan tatapan yang dapat membuat orang lain merasa rendah.
“Acuhkan, bodo amatkan, nggak usah peduli. Kadang ada beberapa hal yang memang perlu di bodo amatkan. Perkataan orang-orang memang tidak bisa kita kontrol, tapi kita bisa memilah kata yang mana bisa dijadikan motivasi dan pembangkit semangat.” Senyum Ayra mengembang, nyatanya Ayra tak pernah tidak tersenyum dalam keadaan apapun.
​
Hani mengalihkan pandangannya dari Ayra. Ia kembali memperhatikan pertandingan bola yang tampak asik di depannya. Begitupun dengan Ayra.
​
“Tapi mereka tak pernah senang dengan kehadiranku. Mereka tak pernah menerimaku.”
​
“Kita nggak bisa membuat semua orang senang, Han. Begitu juga dengan orang lain. Kita nggak bisa membuat orang bahagia. Tapi kita bisa membahagiakan diri kita sendiri dengan atau tanpa orang lain. Cintai dirimu sendiri, kekurangan ada bukan untuk dibenci, tapi untuk dicintai dan diperbaiki.”
​
Hani menoleh ke arah Ayra dengan senyum mengembang yang ia tampakkan. Rasanya sedikit lega mendegar apa yang Ayra katakan. Memang benar kita nggak bisa membuat orang bahagia, tapi kita bisa membuat diri kita sendiri bahagia.
​
Ayra mencubit pipi Hani gemas “Jadi dirimu apa adanya yang dapat disukai dengan kekuranganmu. Tidak dengan ada apanya yang dapat disukai dengan kelebihan yang kau tampakkan tapi tidak dengan kekurangan yang kau sembunyikan.”
​
Hani mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu berdiri. “Terima kasih atas pencerahannya.” Hani tertawa kecil begitupun dengan Ayra.
​
Ayra tersenyum. Melihat Hani lebih bahagia dan tidak semurung tadi membuatnya sedikit lega. Setidaknya Hani bisa merasakan kebahagiaan yang ia sebarkan.
​
Ayra berdiri lalu berlari cepat menuju kelasnya. “Siapa cepat sampai kelas dia yang menang, yang kalah traktir!” Teriak Ayra.
Hani mempercepat langkahnya. “Ehh curangg”
​
Jangan insecure dengan apa adanya dirimu. Jangan mengeluh dengan apa yang Tuhan berikan ke kamu. Karena kelebihan dan kekuranganmu adalah anugerah dari-Nya. Jangan jatuh karena cercaan orang lain, tapi jadikan itu semangat sebagai tanda bahwa kamu bisa menjadi lebih dari mereka.